SIANTAR-CSKERAS | Ketua Institute Law And Justice (ILAJ) Fawer Sihite, mengecam keras dugaan pernyataan Wesly Silalahi selaku Wali Kota Pematangsiantar yang diduga merendahkan martabat seorang atlet dengan mengatakan, “Berhenti aja jadi atlet, kerja di rumah saya, karena atlet tidak ada duitnya.” Pernyataan ini pertama kali disampaikan oleh Ronald Siahaan, atlet MMA asal Siantar, saat menyampaikan orasi usai pertandingan.

Dalam keterangannya di atas ring, Ronald mengungkapkan, bahwa salah satu juniornya pernah meminta dukungan kepada Wali Kota Siantar Wesly Silalahi, namun justru disuruh berhenti menjadi atlet karena alasan finansial. “Kalian tidak tahu kami berdarah-darah di sini. Kami bertemu karena bangga dengan kepala daerah kami. Tapi bapak bilang, tidak ada atlet jadi kaya, mending kalian (atlet) kerja di rumah saya, saya gaji,” ujarnya dengan nada kecewa.
Menanggapi pernyataan tersebut, Fawer menilai bahwa jika pernyataan itu benar diucapkan oleh Wali Kota Wesly, maka ini bukan hanya persoalan etika publik, melainkan berpotensi menjadi pelanggaran serius terhadap regulasi keolahragaan nasional. Bahkan bisa menjadi dasar untuk proses pemakzulan.
“Seorang kepala daerah tidak bisa bicara sembarangan. Ada aturan, ada kewajiban hukum. Jika benar Wesli mengucapkan itu, maka ia telah menunjukkan sikap tidak berpihak terhadap pembinaan atlet, sesuatu yang secara hukum adalah kewajibannya,” kata Fawer, Senin (16/06/2025) pagi.
Ia menegaskan bahwa kewajiban kepala daerah dalam pembinaan olahraga diatur jelas dalam berbagai regulasi, di antaranya; Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Pasal 21 ayat (1), yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga.
Lalu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, yang menekankan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pembinaan keolahragaan daerah. Serta Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sentra Pembinaan Olahraga Prestasi di Daerah.
Bukan itu saja. Termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, yang secara rinci mengatur tanggung jawab pemerintah daerah dalam mencetak atlet berprestasi.
“Kepala daerah bukan pemilik perusahaan yang bisa bicara semaunya. Ia adalah pejabat publik yang terikat oleh konstitusi dan undang-undang. Jika terbukti abai atau merendahkan kewajiban pembinaan atlet, maka ia bisa dikenai proses hukum politik, bahkan dimakzulkan,” tegas Fawer.
Untuk itu, Fawer Sihite mendesak agar Wesly Silalahi segera memberikan klarifikasi resmi dan permintaan maaf secara terbuka kepada publik, khususnya kepada para atlet dan insan olahraga di Pematangsiantar, jangan semakin mempertontonkan arogansi dalam memberikan respon berita viral tersebut. Ia juga meminta DPRD Kota Pematangsiantar agar tidak tinggal diam dan segera menindaklanjuti laporan masyarakat secara langsung maupun tidak lansung terkait hal itu. Karena kondisi ini sudah viral,
“Siantar butuh pemimpin yang tahu arah dan tanggung jawab. Jangan permalukan para atlet yang telah mengharumkan nama daerah hanya karena ketidakpahaman terhadap fungsi dan mandat jabatan publik,” tutup Fawer.
Terpisah, Wesly Silalahi membantah tudingan tersebut. Wesly bahkan menantang Atlet tersebut bertemu dengannya. (Rel)






