Jakarta – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bahwa pemerintah Iran telah mengirimkan surat resmi kepada pemerintah Indonesia.
Surat tersebut menyampaikan permintaan pemindahan narapidana asal Iran yang saat ini menjalani hukuman di Indonesia.
“Kami telah menerima surat dari pemerintah Iran. Ada cukup banyak warga negara Iran yang menjalani pidana di sini, jumlahnya lebih dari 50 orang, dan hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut,” ujar Yusril dalam konferensi pers di kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2025).
Yusril menyebut bahwa isu tersebut telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Namun, pemerintah Indonesia masih mempelajari setiap kasus secara mendalam sebelum mengambil keputusan.
“Saya sudah melaporkan kepada Presiden mengenai surat dari pemerintah Iran ini. Kami belum mengambil sikap apa pun, karena perlu kajian lebih lanjut untuk melihat setiap kasus secara rinci. Jumlahnya cukup banyak, sehingga membutuhkan waktu,” jelas Yusril.
Narapidana Iran di Indonesia dan WNI di Iran
Dalam penjelasannya, Yusril menyatakan bahwa terdapat lebih dari 50 narapidana asal Iran yang menjalani hukuman di Indonesia.
Sebagian besar kasus yang melibatkan narapidana ini berkaitan dengan pelanggaran hukum narkotika.
“Mayoritas dari narapidana asal Iran di sini terlibat kasus narkotika. Hingga kini, pembahasan mengenai mereka belum dilakukan,” kata Yusril.
Selain itu, Yusril mengungkapkan bahwa dua warga negara Indonesia (WNI) yang sebelumnya dipidana di Iran telah menerima grasi dari Presiden Iran dan kini telah kembali ke tanah air.
“Kami menerima informasi bahwa ada dua orang WNI yang telah mendapatkan grasi dari Presiden Iran dan telah dipulangkan ke Indonesia. Namun, saat ini, kita tidak memiliki narapidana lain di Iran,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Yusril menegaskan bahwa pemerintah juga sedang mengumpulkan data terkait WNI yang dijatuhi hukuman pidana di luar negeri.
Menurutnya, perhatian pemerintah tidak hanya terbatas pada narapidana asing di Indonesia, tetapi juga kepada warga negaranya yang menghadapi hukuman berat di luar negeri.
“Kami sedang mengumpulkan data mengenai WNI yang dijatuhi pidana di berbagai negara. Berdasarkan informasi sementara, ada sekitar 150 warga negara kita yang terancam hukuman mati di Malaysia, dan beberapa lainnya di Arab Saudi,” ungkap Yusril.
Yusril menegaskan bahwa perhatian terhadap nasib WNI yang menjadi terpidana di luar negeri adalah bagian dari tanggung jawab pemerintah.
Upaya diplomasi akan terus dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi WNI yang menghadapi ancaman hukuman berat di negara lain.
“Ini adalah isu yang menjadi perhatian bersama. Kami memperhatikan kondisi narapidana asing di Indonesia, tetapi kami juga memiliki tanggung jawab besar terhadap warga negara kita yang sedang menjalani hukuman di luar negeri,” tegasnya.
Proses pemindahan narapidana lintas negara, seperti yang diminta oleh pemerintah Iran, melibatkan berbagai aspek hukum dan diplomatik.
Menurut Yusril, setiap kasus harus dikaji dengan saksama, termasuk mempertimbangkan hubungan bilateral antara kedua negara dan implikasi hukum yang ada.
“Pemindahan narapidana bukanlah hal yang sederhana. Ini melibatkan banyak pihak, termasuk pertimbangan hubungan bilateral dan perjanjian internasional. Kami harus memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan hukum yang berlaku,” jelas Yusril.
Di tengah dinamika hukum internasional ini, Yusril memastikan bahwa pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan dan perlindungan hukum bagi setiap warganya, baik di dalam maupun luar negeri.
Namun, ia juga menekankan bahwa perlakuan yang adil terhadap narapidana asing di Indonesia adalah bagian dari upaya menjaga hubungan baik dengan negara lain.
“Prinsip keadilan harus ditegakkan. Kita harus memperhatikan kepentingan nasional, tetapi juga tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara sahabat,” tuturnya. (*)