Tangerang, Banten – Sebanyak 211 warga negara Indonesia (WNI) tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Sabtu (11/1/2025) malam setelah dideportasi oleh pemerintah Arab Saudi.
Deportasi ini dilakukan karena mereka tidak memiliki izin tinggal yang sah, dengan mayoritas kasus melibatkan pelanggaran keimigrasian seperti tinggal tanpa dokumen resmi atau overstay.
Kedatangan para deportan ini disambut oleh Wakil Menteri P2MI Dzulfikar Ahmad Tawalla, Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Judha Nugraha, dan perwakilan dari kantor imigrasi.
Pihak pemerintah mengungkapkan keprihatinan atas kasus ini, yang mencerminkan perlunya kesadaran masyarakat untuk mengikuti prosedur yang benar dalam bekerja di luar negeri.
Pelanggaran Keimigrasian di Arab Saudi
Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa para deportan telah berada di pusat detensi imigrasi Sumaysi di Arab Saudi sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
“Jadi pada hari ini, Alhamdulillah sudah tiba 211 pekerja migran kita. Mereka bekerja di Saudi dan kemudian melakukan pelanggaran keimigrasian. Mayoritas adalah mereka yang tinggal tanpa dokumen resmi, termasuk overstay,” ujar Judha kepada wartawan pada Minggu (12/1/2025).
Ia menambahkan, pemerintah melalui kerja sama dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah telah mengambil langkah-langkah untuk membantu para WNI tersebut.
Penanganan mencakup penyediaan dokumen perjalanan dan fasilitas ketibaan di Indonesia.
“Yang paling utama tentunya adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa migrasi ke luar negeri adalah hak setiap warga negara. Namun, lakukanlah dengan cara yang sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017,” jelas Judha.
Dalam kesempatan tersebut, Judha juga mengingatkan pentingnya mematuhi aturan hukum di negara tujuan.
“Ketika tiba di negara tujuan, patuhi peraturan perundangan yang ada, termasuk ketentuan keimigrasian. Semua WNI adalah duta bangsa Indonesia. Dengan menghargai hukum setempat, mereka turut menjaga nama baik bangsa dan negara,” tambahnya.
Selain pelanggaran izin tinggal, kasus ini juga menyoroti tantangan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menggunakan jalur resmi untuk bekerja di luar negeri.
Judha berharap kejadian serupa dapat diminimalkan di masa mendatang melalui edukasi yang lebih masif dan kolaborasi antara pemerintah serta masyarakat.
Wakil Menteri P2MI, Dzulfikar Ahmad Tawalla, mengungkapkan rasa prihatinnya atas insiden ini.
Ia menyoroti keberadaan oknum tidak bertanggung jawab yang sering kali memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk mengirimkan mereka ke negara-negara yang masih menerapkan moratorium penempatan pekerja migran.
“Ini menjadi bentuk keprihatinan bagi kita bahwa sampai hari ini masih saja terjadi warga kita tidak mendapatkan informasi yang baik. Masih saja nekat untuk berangkat ke negara yang masih memberlakukan moratorium,” ujarnya.
Saat ini, ada 19 negara di kawasan Timur Tengah yang berada dalam daftar moratorium penempatan pekerja migran Indonesia. Arab Saudi termasuk di antaranya.
Moratorium ini diterapkan untuk melindungi pekerja migran dari risiko eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi di kawasan tersebut.
Dzulfikar juga menyerukan kepada oknum-oknum yang terlibat dalam pengiriman pekerja secara ilegal untuk menghentikan tindakan tersebut.
“Kami sangat berharap bahwa hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi di masa depan. Kepada para oknum yang tidak bertanggung jawab, kami meminta untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara dan masyarakat karena dampaknya sangat besar,” tegasnya.
Pemerintah menyadari bahwa kesadaran masyarakat untuk memilih jalur resmi menjadi kunci dalam menekan angka pelanggaran keimigrasian.
Oleh karena itu, edukasi tentang risiko bekerja secara ilegal di luar negeri terus digalakkan, termasuk melalui sosialisasi di daerah-daerah asal pekerja migran.
Proses deportasi ini tidak lepas dari peran aktif KJRI Jeddah, yang bertanggung jawab mengurus dokumen perjalanan para deportan.
Selain itu, KJRI juga bekerja sama dengan otoritas setempat untuk memastikan kondisi WNI di pusat detensi tetap terpantau dengan baik.
“Kami berterima kasih kepada KJRI Jeddah yang telah membantu menyelesaikan proses administrasi sehingga para WNI bisa segera dipulangkan. Ini menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi warganya,” ujar Judha.
Kedatangan para deportan di Bandara Soekarno-Hatta juga disertai proses pendataan ulang untuk memastikan mereka mendapatkan pendampingan yang sesuai.
Pemerintah berharap langkah ini dapat menjadi bagian dari solusi jangka panjang dalam mengatasi permasalahan pekerja migran Indonesia di luar negeri. (*)